Thursday, September 29, 2011

Latihan Konsentrasi pada Anak

Kemampuan memusatkan perhatian akan selalu diperlukan sepanjang hidup seseorang.
Apakah batita Anda tak pernah bisa diam; lari sana, lari sini, loncat sana, loncat sini? Atau ia tampak lekas bosan, tak sampai 5 menit pegang satu mainan sudah beralih ke mainan lain? Selamat datang di dunia anak 1-2 tahun! Mereka memang masih kurang fokus atau masih sulit menaruh perhatian terhadap sesuatu untuk waktu yang lama. Ini berhubungan dengan rentang konsentrasi batita yang masih pendek, patokannya sekitar 5-15 menit (bandingkan dengan kemampuan berkonsentrasi anak usia sekolah yang mencapai 30-45 menit).

Toh, patokan itu bukan angka mati. Pada dasarnya, kemampuan konsentrasi setiap anak berbeda. Ada yang hanya mencapai 5 menit, tapi ada juga yang mampu hingga 15 menit. Faktor temperamen, salah satu yang memengaruhi hal tersebut. Anak yang pembawaannya tenang umumnya memiliki rentang konsentrasi yang cukup baik. Ia tidak mudah menyerah dan tidak gampang teralihkan perhatiannya ketika sedang melakukan sesuatu. Contoh, saat tidak bisa memakai sandal, ia akan mencoba dan mencobanya lagi. Sementara anak yang energik (senang bergerak) umumnya akan memiliki rentang perhatian yang lebih rendah serta mudah teralihkan. Ia juga tampak pembosan dan gampang menyerah. Saat tak bisa memainkan pasel, misalnya, anak akan meninggalkannya begitu saja dan beralih pada hal lain. Tak ada yang salah dengan kedua model karakter tersebut. Bukankah mereka masih berusia 1-2 tahun?

FUNGSI KERJA OTAK
Mengapa rentang perhatian batita masih pendek? Sebelum menjawab hal itu, perlu diketahui bahwa konsentrasi merupakan sesuatu yang terberikan dan berkaitan dengan fungsi kerja otak. Kemampuan memfokuskan perhatian ini dipengaruhi beberapa hal lain, seperti (1) kemampuan indra (penglihatan dan pendengaran) yang berfungsi menerima rangsang, (2) kemampuan gerak motorik (dalam mengerjakan sesuatu), serta (3) peran lingkungan (dalam memberikan rangsang atau stimulus). Semua harus berfungsi dengan baik, bila salah satu tidak berfungsi optimal, maka stimulus yang masuk tidak bisa ditangkap dan diolah otak dengan baik sehingga respons yang dihasilkan pun jadi terganggu.
Nah, tingkat konsentrasi yang belum baik pada usia batita berkaitan dengan kemampuan fungsi indra, fungsi otak, dan fungsi-fungsi lainnya pada anak 1-2 tahun yang memang belum sepenuhnya optimal (masih dalam perkembangan). Keingintahuan yang besaryang mendorongnya untuk banyak bergerak (bereksplorasi); mencoba ini, mencoba itujuga merupakan penyebab si kecil jadi sulit fokus pada suatu hal dalam rentang waktu yang lama.

MELATIH TANPA MENUNTUT
Sekali lagi, meski wajar, rentang perhatian anak perlu terus ditingkatkan dengan berbagai stimulasi. Namun ingat, jangan terlalu menuntutnya dapat melakukan suatu aktivitas dengan tekun. Yang bisa diharapkan dari anak usia batita menyelesaikan satu kegiatan hingga tuntas. Tentu saja untuk itu diperlukan kegiatan yang menyenangkan, sambil bermain, tetapi memiliki tujuan. Inilah contoh-contohnya:
* Pada batita awal yang masih minum ASI, lakukan selalu kontak mata dan ajak ia bicara saat disusui.
* Memberikan kesempatan kepada anak dalam melakukan kemandirian seperti belajar mengenakan sepatu atau sandal sendiri.
* Mengajak si batita melihat-lihat gambar pada buku dan membuka lembar demi lembarnya satu per satu. Jelaskan warna-warna apa saja yang ada pada gambar dengan menunjukkannya dan menanyakan kembali pada anak.
* Ajak si kecil bicara secara fokus dan tuntas. Topik pembicaraan yang tidak jelas cenderung diabaikan oleh anak.
* Ketika menyampaikan sesuatu, pastikan anak sedang dalam keadaan siap untuk mendengarkan apa yang dibicarakan.
* Contoh cara berbicara yang lugas, tidak berpanjang-panjang kalimat dan jelas, sehingga anak dapat menangkap dan memberi respons yang sesuai.
* Ajak anak bermain dengan mainan yang menantang sekaligus menuntut pemusatan perhatian seperti pasel 1-2 keping, pasel bentuk 3 dimensi yang hanya dapat dimasukkan ke dalam lubang yang bentuknya sesuai, memasukkan biji-bijian besar ke dalam botol, memasukkan air ke dalam botol memakai corong dibarengi upaya agar tidak tumpah, meronce manik-manik besar, menyusun balok-balok besar, dan sejenisnya.
* Mengajak si batita melakukan aktivitas makan sendiri meski masih berantakan.
Latihan dasar konsentrasi yang sebaiknya dimulai di usia bayi, bahkan kandungan, bertujuan membangun fokus perhatian anak. Konsentrasi sangat diperlukan dalam proses belajar maupun menyelesaikan suatu tugas hingga tuntas. Bukan hanya tugas sekolah tetapi juga tugas-tugas lain dalam kehidupan.

WASPADAI di ATAS 2 TAHUN
Gangguan konsentrasi bisa mulai dideteksi setelah anak berusia 2 tahun. Kondisi ini umumnya makin tampak bila si kecil menginjak usia prasekolah dan semakin jelas saat duduk di sekolah dasar. Kecurigaan umumnya berawal dari keluhan guru karena anak sering tidak betah duduk menekuni satu kegiatan, mengganggu teman-temannya, nilai-nilai akademisnya tidak memuaskan, berbagai tugasnya tidak pernah selesai dikerjakan.
Gangguan konsentrasi akan semakin kentara bila dibarengi dengan hiperaktivitas/ADHD (Attention Deficiet Hiperactivty Disorder). Cirinya, anak seolah tidak mau mendengarkan instruksi, tak mau diam/tenang (selalu bergerak ke sana kemari), tidak selesai dalam menyelesaikan suatu tugas dan mudah teralihkan pada hal lain, ketika ditanya pun ia tidak menjawab, tidak ada kontak mata, dan (biasanya) mengganggu orang lain.
ADHD berbeda dengan ADD (Attention Deficit Disorder). Anak ADD tidak hiperaktif. Lantaran itulah, gangguan ini lebih sulit dideteksi karena anak (tampaknya) memililki pembawaan tenang dan terfokus pada satu objek tanpa teralihkan. Namun sebetulnya ia tidak bisa mendengarkan esensi yang dibicarakan orang lain, tidak bisa memilah informasi mana yang harus ditangkap maupun diabaikan, dan tidak bisa beralih perhatiannya bila memang diperlukan.
Gangguan konsentrasi tanpa hiperaktivitas atau gerak tak beraturan, biasanya diketahui ketika anak duduk di sekolah dasar. Ketika anak diketahui tidak bisa menangkap secara baik pembicaraan atau penjelasan guru, tidak mengerjakan sesuai perintah, dan lain-lain.
Bila ada perilaku mencurigakan, seperti anak menolak melakukan kontak mata, (bisa dilihat saat anak sudah lewat berusia 2 tahun) maka perlu ditegakkan diagnosa dengan bantuan ahli (psikolog klinis anak, psikiater, ataupun ahli saraf). Penanganan yang akan dilakukan umumnya berupa terapi okupasi dengan meningkatkan kemampuan motorik halusnya sehingga kemampuan konsentrasinya pun akan semakin baik. Terapi lainnya adalah terapi perilaku (misalnya, latihan bicara disertai kontak mata) dan pantang makanan tertentu (seperti susu, gandum, yang dicurigai meningkatkan hiperaktivitas). Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konsentrasi seperti melipat, meronce, dan lain-lain, juga amat disarankan.
Dedeh Kurniasih. Ilustrasi&Foto Dok. nakita
Narasumber:
Rozamon Anwar, S.Psi., M.Si., Psi.,
Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Jakarta

No comments:

Post a Comment