Metode skrining tersebut dikembangkan oleh tim dokter anak di San Diego, Amerika Serikat dan sudah diuji coba pada lebih dari 10.479 bayi berusia satu tahun. Para bayi tersebut merupakan pasien dari 137 dokter anak.
Menggunakan daftar pertanyaan sederhana yang bisa diselesaikan dalam waktu 5 tahun, orangtua atau pengasuh anak diminta menjawab seputar perilaku anak yang meliput ada tidaknya kontak mata, suara, kata-kata, gestur, pengenalan objel dan bentuk komunikasi lainnya.
Bayi-bayi yang dianggap tidak lulus tes itu alias menampakkan gejala autisme kemudian dirujuk ke San Diego Autism Center for Excellence untuk evaluasi lebih lanjut setiap 6 bulan hingga anak berusia 3 tahun. Dari 346 anak yang dirujuk, 184 anak mengikuti evaluasi lanjutan minimal dua sesi.
Secara umum, skrining yang dilakukan tersebut memiliki nilai prediksi mencapai 75 persen. Dari evaluasi yang dilakukan, 32 anak terdiagnosis autisme, 56 didiagnosa mengalami keterlambatan bicara, 9 anak menderita keterlambatan perkembangan dan 36 anak didiagnosa mengalami kelambatan perkembangan tipe lainnya.
Sementara itu anak-anak yang terdiagnosa autisme, mayoritas memulai terapi di usia 19 bulan yang sebenarnya sangat dini dibanding anak-anak lain. Seringkali orangtua baru membawa anak ke dokter saat anak sudah berusia tiga tahun dan itu artinya sudah terlambat.
"Program skrining ini sangat menjanjikan karena bisa diimplementasikan dan secara virtual tidak ada biaya. Metode skrining ini juga bisa dilakukan pada praktik klinik sehari-hari," tulis tim peneliti, Karen Pierce, asisten profesor ilmu syaraf dari UC San Diego.
"Ada bukti-bukti kuat bahwa terapi yang dilakukan lebih dini memiliki efek yang positif pada perkembangan otak. Itu sebabnya kesempatan untuk mendiagnosa dan memulai terapi pada saat anak berusia sekitar setahun sangat penting untuk meningkatkan potensi tumbuh kembang anak," katanya.
Gejala yang sangat menonjol dari autisme adalah sikap anak yang cenderung tidak memedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.
Autisme bisa terjadi kepada siapa saja, tidak mengenal etnis, bangsa, keadaan sosial ekonomi, dan keadaan intelektualitas orangtua. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan yang mengalami gangguan autistik adalah 4:1. Kecerdasan anak-anak autis sangat bervariasi, dari yang sangat cerdas sampai yang sangat kurang cerdas.
No comments:
Post a Comment