Monday, September 12, 2011

Awasi Asupan Gula Berlebih Pada Susu!

KEBIASAAN hidup sehat sangat penting. Bisa dimulai dengan memerhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak-anak. Salah satunya: mengurangi asupan gula tambahan untuk si kecil! 

Selama ini orangtua kurang menyadari jika sebenarnya anaknya sudah mengonsumsi gula berlebih yang memang terdapat pada makanan dan minuman yang dikonsumsi. Padahal WHO telah merekomendasikan bahwa asupan gula tambahan tidak melebihi 10 persen dari total energi yang dikonsumsi untuk menghindari kelebihan energi dalam tubuh anak.  

Artinya, anak usia satu sampai tiga tahun tidak disarankan mengonsumsi lebih dari 25 gram gula tambahan/hari (setara lima sendok teh) dan untuk anak usia empat sampai enam tahun tidak melebihi 38 gram gula tambahan/hari (setara delapan sendok teh). Catatan: satu sendok teh gula berkisar lima gram. 

Jenis-jenis gula 

Gula merupakan zat gizi yang berfungsi menghasilkan sumber energi. Jenis-jenis gula adalah gula pasir, gula merah, gula biang, dan pemanis buatan. Gula yang terdapat dalam tiap gram produk olahan berkisar 4 Kkal. 

Jenis gula dalam makanan yaitu gula alamiah seperti sukrosa, fruktosa, dan laktosa. Yang kedua adalah gula tambahan (added sugar/free sugar) yaitu jenis gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan makanan contohnya gula pasir dalam sirup, jus buah, dan tepung susu.

Menurut WHO, free sugar dapat menyeimbangkan energi positif. Dengan membatasi asupan free sugar akan menurunkan asupan energi dan menurunkan berat badan. Minuman yang tinggi kandungan free sugar akan meningkatkan asupan energi karena mengurangi kontrol nafsu makan. Sebaiknya mengkonsumsi free sugar 10 persen dari total energi yang dikonsumsi setiap hari. 

Penyumbang gula terbanyak: susu

Menurut Dr. dr. Rini Sekartini, SpA (K), berdasarkan penelitian yang pernah dilakukannya terhadap 100 anak berusia 3-6 tahun, asupan gula harian (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan laktosa) yang biasa diasup memberikan kontribusi lebih dari 10 persen terhadap total kalori. 

Hasil penelitian menyebutkan bahwa asupan gula terbanyak dikonsumsi anak-anak tersebut adalah sukrosa 49,45 gram - kebanyakan berasal dari konsumsi susu. Artinya, prosentasi ini sudah melebihi batas ambang yang direkomendasikan WHO. 

Umumnya orangtua akan memberikan susu formula lanjutan pada anak-anak usia satu sampai tiga tahun yang sudah berhenti minum ASI. Nah, anak-anak sangat menyenangi rasa manis yang dipenuhi lewat asupan susu yang diminum secara rutin setiap hari. 

Untuk tetap menjaga kesehatan mereka, kandungan susu yang mengandung pemanis tambahan pun perlu dibatasi asupannya. Contoh, jika anak mengonsumsi tiga gelas susu per hari, berarti ia telah mengonsumsi hingga 12 sendok teh gula tambahan setiap hari. 

Oleh sebab itu, sebelum memilih susu untuk si kecil, sebaiknya cermat dan cerdaslah membaca label kandungan gula dalam kemasan.

Baca komposisi (ingredients) dan informasi nilai gizi yang tercantum. Cermati jumlah total karbohidrat dan total gula tambahan dalam produk susu tersebut. Kandungan dalam susu sebaiknya tanpa gula tambahan, yang boleh ada hanya LAKTOSA (gula natural yang ada pada susu). 

“Orangtua harus mewaspadai asupan gula tambahan pada anak agar tidak berlebihan, bahkan tetap memelajari nilai gizi makanan dan minuman yang mereka anggap sehat sekalipun,” ujar Dokter spesialis tumbuh kembang anak ini.

Anak bisa obesitas

Jika gula tambahan dikonsumsi berlebih setiap hari, dampaknya akan menyebabkan kelebihan energi pada tubuh yang dapat menyebabkan obesitas, karies gigi, dan akan membangun kebiasaan pola makan yang kurang baik saat si kecil beranjak dewasa. 

Dokter spesialis anak endokrin FKUI, dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA (K) mengatakan saat dikonsumsi, makanan dan minuman manis akan diserap dengan cepat ke dalam pembuluh darah, sehingga meningkatkan kadar hormon insulin. 

Selanjutnya, hormon insulin ini akan bekerja menarik gula dan lemak dari darah untuk disimpan dalam jaringan sebagai persediaan di masa mendatang. Jika tidak seimbang, antara proses penyimpanan dengan pengeluaran energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. 

Diabetes pun mengintai

Yang lebih mengkhawatirkan, kelebihan asupan gula tambahan ini jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit diabetes. Tidak hanya orang dewasa saja yang terkena, saat ini penyakit diabetes mulai mengintai anak-anak. 

Berdasarkan kasus yang terdata, sudah ada bayi (neonatal) yang menderita diabetes tipe 1, kemudian banyak anak-anak usia 8 tahun yang terdeteksi menderita diabetes tipe 2. Di antara mereka, ada yang termasuk tipe double diabet yaitu tipe 2 menjadi tipe 1 (Insulin resistance) atau tipe 1 menjadi tipe 2. 

Sebelum anak didiagnosis menderita diabetes, biasanya didahului dengan intoleransi glukosa. Dapat dilakukan intervensi pola hidup sehat jika memang diketahui anak tersebut mengidap intoleransi glukosa dimana metabolisme gula terganggu, sehingga masih ada kesempatan untuk mengobati dan mencegah terjadinya diabetes. 

Segeralah konsultasikan ke dokter atau ahli gizi. Dokter akan mengatur pola makannya dalam waktu 20 bulan, termasuk jumlah asupan gula yang dikonsumsi. 

“Perlu diingat kebutuhan nutrisi si kecil harus disesuaikan dengan tumbuh kembang dan aktivitas anak tersebut,” tambah dr Rini. 

Anak-anak tidak dianjurkan diet, tapi kembali ke pola konsumsi normal. Cara ini dapat menghindari terjadinya diabetes sampai 45,5 – 50 persen. Dan selama tidak mengganggu konsentrasi, anak-anak tetap harus sarapan. Tapi jika si kecil sudah terlanjur menderita diabetes, maka tidak akan dapat diintervensi. 

Lakukan screening 

Agar mengetahui apakah si kecil menderita diabetes atau tidak, sebaiknya lakukanlah screening.Screening atau cek diabetes pada anak-anak boleh dilakukan kapan saja. Tapi jika ada gejala atau risiko atau keturunan dari keluarga yang memiliki riwayat diabetes, harus secepatnya dilakukan screening/cek diabetes. 

Tanda-tanda yang sering dijumpai pada penderita insulin resistance adalah pada bagian leher/tengkuk, ketiak, perut, dan tangan tampak hitam-hitam. 

dr Rini berpendapat screening juga bisa dilakukan pada usia anak 10 tahun. Tapi jika ditemukan gejala diabetes seperti di atas, maka screening dapat dilakukan sebelum usia 10 tahun. 
Sebaiknya lakukan screening setiap tiga bulan sekali. Tak ada salahnya mendeteksi dini sebelum ancaman diabetes datang, bukan? (Sumber: Mom&Kiddie)

No comments:

Post a Comment